Sunting Dokumen Kajian Muqaddimah AD Muhammadiyah (Bag IV Terakhir):
Prinsip Gerak dan Cita-Cita Perjuangan Muhammadiyah
Dr. H. Syamsul Hidayat, M.Ag
Dosen FAI Universitas Muhammadiyah Surakarta, Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah
sumber : http://tabligh.or.id/2012/prinsip-gerak-dan-cita-cita-perjuangan-muhammadiyah/
Dr. H. Syamsul Hidayat, M.Ag
Dosen FAI Universitas Muhammadiyah Surakarta, Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah
Sebagai naskah ideologis, muqaddimah Anggaran Dasar (AD) Muhammadiyah
memuat prinsip-prinsip gerakan Muhammadiyah, yang wajib diperhatikan
dan diaktualisasikan oleh pimpinan, anggota dan warga Muhammadiyah dalam
berkiprah di dalamnya. Dengan berpegang teguh pada prinsip gerakan
yang diyakini, maka Muhammadiyah secara bersama-sama dapat mencapai
cita-cita dan perjuangan Muhammadiyah.
Prinsip-prinsip perjuangan yang tertuang dalam muqaddimah AD sebagai
refleksi atas pemikiran dan perjuangan KH. Ahmad Dahlan yang selalu
dipelajari, diinternalisasi dan diaktualisasikan oleh semua warga
Muhammadiyah akan memperkokoh identitas Muhammadiyah sebagai gerakan
dakwah Islam. Sebagaimana dikemukakan dalam kajian-kajian sebelumnya,
bahwa muqqadimah AD ini memuat tujuh pokok pikiran yang merupakan
prinsip-prinsip dan cita-cita perjuangan Muhammadiyah.
Landasan Perjuangan Muhammadiyah
Prinsip perjuangan Muhammadiyah diawali dengan paradigma tauhidullah.
Bahwa perjuangan Muhammadiyah senantiasa bertumpu pada ajaran tauhid,
baik dalam keyakinan, ucapan maupun tindakan dalam setiap individu
anggota Muhammadiyah, dan dalam amal jama’iy (tindakan kelompok). Kemurnian tauhid, yang bersih dari segala bentuk penyekutuan (syirk) kepada Allah, diyakini akan membimbing setiap amal fardiy (tindakan individu) dan amal jama’iy (tindakan kolektif). Bagi Muhammadiyah prinsip tauhid tidak bisa ditawar-tawar.
Itulah sebabnya Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pemurnian
(purifikasi), bahkan ada yang memandang Muhammadiyah identik dengan
gerakan Wahabi (yang dimaksud adalah dakwah salafiyah yang dipelopori
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, bukan dakwah khawarij ala Wahab
Rostum, yang konon menebarkan kekerasan kepada sesama muslim). Memang
sebutan Wahabi sebenarnya diberikan oleh mereka yang berlawanan dengan
dakwah pemurnian dan pemberantasan Takhayul, Bid’ah dan Churafat
(TBC), agar orang mengira dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sama
dengan Wahab Rostum yang bengis terhadap mereka yang berbeda.
Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang sangat getol
dalam menegakkan tauhid dan memberantas segala bentuk kemusyrikan,
telah berjasa membawa umat Islam untuk senantiasa berkomitmen kepada
Qur’an-Sunnah. Mendorong terjadinya ijtihad dan menekan kecenderungan
taklid buta. Nurcholish Madjid, seorang intelektual muslim yang
dipandang sebagai pelopor liberalisasi pemikiran Islam, menyatakan
secara obyektif, bahwa seandainya tidak ada tokoh seperti Muhammad bin
Abdul Wahhab, sungguh kemusyrikan dan kebid’ahan akan tumbuh subur di
negeri Arab Saudi. Menurut Nurcholish bahwa di Indonesia gerakan yang
cukup berjasa dalam memurnikan pemahaman dan pengamalan Islam adalah
Muhammadiyah yang memiliki unsur-unsur kesamaan dengan Muhammad bin
Abdul Wahhab. Demikian juga pengakuan Harun Nasution.
Tentu menyamakan gerakan Muhammadiyah dan gerakan Wahhabi
tidak bisa serta merta begitu saja. Karena tantangan dan perjalanan
waktu yang berbeda, sudah barang tentu banyak perbedaan metodologis
meskipun substansi sama, yakni mendakwah Islam yang bersumber kepada
Qur’an dan Sunnah serta memurnikannya dari segala bentuk TBC yang
menjangkiti umat Islam.
Prinsip selanjutnya dalam konteks keagamaan adalah bahwa Muhammadiyah
hanya meyakini Islam adalah satu-satunya agama Allah yang akan
menjamin kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, dengan kewajiban
menegakkan dan menjunjung tinggi syariat Allah, di atas hukum-hukum
yang lainnya. Dalam menegakkan dan menjunjung tinggi syariat Allah
tidak ada cara lain, kecuali dengan ittiba’ Rasulullah.
Artinya, pemahaman dan pengamalan syariat Islam harus selalu mengacu
kepada ajaran Rasulullah Saw, tidak menambahi dan mengurangi, tidak
melakukan ifrat, yakni melebih-lebihkan dalam beragama (ghuluw), tetapi juga tidak tafrit (meremehkan, melalaikan bahkan menentang ajaran agama).
Prinsip ini tetap dipegang teguh oleh Muhammadiyah meskipun sering
dituduh kering dalam beragama. Muhammadiyah tidak mengeringkan agama,
karena hanya mengikuti Qur’an dan Sunnah. Muhammadiyah tidak mau
berbasah-basah dengan bid’ah, berbasah-basah dengan syirk,
takhayul dan khurafat. Anggapan kering kepada gerakan pemurnian Islam,
berarti tidak puas terhadap ajaran agama yang ditetapkan oleh Allah dan
rasul-Nya. Kalau beragama mencari kepuasan diri, maka hawa nafsu syaithaniyah
yang akan berbicara, sehingga manusia akan semakin jauh berbasah-basah,
hingga basah kuyup bahkan tenggelam dalam TBC, karena dikemas dengan
kemasan menarik. Namun, bila ridha Allah yang dicari pasti Allah akan
memberikan kepuasan dan ketenangan jiwa dalam menjalani agama.
Prinsip yang lain yang tidak pernah ditinggalkan oleh Muhammadiyah
adalah aktif dan proaktif membina masyarakat, dengan senantiasa melihat
potensi yang dimiliki oleh masyarakat tersebut, agar dakwah Islam dapat
diterima oleh semua lapisan umat. Pembinaan masyarakat meskipun
memperhatikan dan menyesuaikan dengan potensi masyarakat termasuk
potensi budaya dan norma sosial lainnya, Muhammadiyah menerapkan sistem
organisasi yang tertib. Tertib organisasi, baik dalam sistem manajemen
dan kepemimpinan, sistem administrasi ketatausahaan, sistem
administrasi keuangan merupakan pesan ajaran Islam, yang termaktub
dalam Al Qur’an dan al-Sunnah.
Cita-cita Perjuangan: Dunia-Akhirat
Demikian prinsip-prinsip perjuangan Muhammadiyah, yang semua itu
dijalani dalam rangka menggapai cita-cita dan tujuannya. Dengan
berpegang teguh pada prinsip perjuangannya, Muhammadiyah bercita-cita
untuk dapat menghantarkan umat ini membangun negeri baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Negeri yang indah, adil makmur dan sejahtera di bawah naungan Allah yang Maha Pengampun. Sekaligus menuju pintu gerbang jannatun na’im, dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Negeri baldatun thayyibah, artinya negara-bangsa yang
memiliki tatanan indah, yang mampu menjaga dan meningkatkan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyatnya, dengan senantiasa mendekatkan diri kepada
Allah berupa ketaatan menjalankan agamanya baik secara individu maupun
kolektif. Artinya, nilai-nilai agama yang memang selama ini menjadi
sumber inspirasi dan motivasi dalam terciptanya falsafah dan dasar
negara Indonesia, yaitu Pancasila benar-benar hidup dan tegak dalam
setiap jiwa anak bangsa serta mewarnai dan menafasi setiap peraturan
perundangan negara bangsa ini. Sehingga negeri ini senantiasa dalam
ridha dan naungan Allah, Rabb yang Maha Pengampun. Artinya, kalau ada
kesalahan dan kekhilafan yang menimpa pemimpin dan rakyat segera
mendapatkan bimbingan dan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah cita-cita dunia.
Tentu cita-cita perjuangan Muhammadiyah tidak berhenti di situ.
Pembinaan jiwa dan masyarakat secara individu dan jamaah untuk tetap
istiqamah di jalan Allah, dengan segala misi dan gerak dakwahnya,
Muhammadiyah memiliki visi yang sangat-sangat jauh, yakni menghantarkan
seluruh umat yang bernaung di bawahnya, baik anggota maupun mereka yang
bersimpati dengan perjuangan Muhammadiyah, untuk dapat meniti jalan
menuju pintu syurga jannatun na’im. Hadanallah wa iyyakum ajma’in. [ ]
sumber : http://tabligh.or.id/2012/prinsip-gerak-dan-cita-cita-perjuangan-muhammadiyah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nama :
Asal :
Pekerjaan: